PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat Pendidikan Islam merupakan suatu kajian filosofis mengenai berbagai
masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan dengan kajian keislaman. Unsur
pokok yang ada dalam filsafat pendidikan islam meliputi tigal hal, yaitu:
manusia, alam, dan pengetahuan. Manusia diciptakan Allah SWT dari saripati
tanah dan air mani yang hina meliputi beberapa proses. Sedangkan alam
diciptakan Allah SWT merupakan nikmat bagi manusia. Manusia mampu mempergunakan
daya alam sekitarnya. Namun demikian, manusia mampu menundukan alam itu dengan
izin Allah dan Allah memang telah menundukan baginya. Tentulah hal menundukkan
alam itu tidak lepas dari pengetahuan dan pendidikan. Manusia diciptakan Allah
dengan memiliki akal untuk berfikir dan dapat difungsikan untuk menundukan,
memelihara dan menjaga alam melalui yang dipelajari serta diketahui oleh
manusia dengan pendidikan.
Konsep
Al-qur’an dan hadist sebagai pokok sumber pendidikan islam tidak mendapatkan
perhatian lagi. Konsep itu hanya berdiam dikepala mengendap tanpa dikeluarkan
dan diaplikasikan dalam pendidikan islam. Guru hanya mentransfer ilmu dan
konsep yang ada tanpa memperdulikan arah yang diinginkan siswa. Padahal
seharusnya pendidikan itu sendiri mengarahkan keinginan siswa sesuai dengan
konsep fitrah manusia ketika dilahirkan.
Guru
hanya mengajarkan konsep kepada siswa bahwa kita harus menjaga alam. Sementara
praktek tauladan dari seorang guru sendiri tidak ada. Guru hanya berbicara,
mengajak, tapi tidak mempraktekannya baik di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah. Konsep pengetahuan guru yang mengajar kurang mahir sangat berpengaruh
terhadap siswa, alam sekitar dan pendidikan. Dampaknya semakin meluas ketika
terjadi pemanasan global, alam mengamuk dan mengancam kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlu banyak hal yang mesti
dibenahi dalam pendidikan di Indonesia ini. Bangsa yang maju adalah bangsa yang
bagus pendidikannya.
Sistem pendidikan di Indonesia yang tidak berkonsep pada memanusiakan
manusia dengan tidak melihat pada proses penciptaan manusia, alam dan
pengetahuan mengahasilkan pendidikan carut-marut. Perlu disadari bahwa sistem pendidikan di Indonesia
banyak hal mesti dirubah mulai dari kebijakan pendidikan, peraturan di lembaga
sekolah, guru yang mengajar dan hal lainnya yang berhubungan dengan pendidikan. Sistem pendidikan yang berlaku di
masyarakat Indonesia perlu
ditata ulang, tak terkecuali
lembaga pendidikan islam baik yang mandiri (swasta) maupun yang negeri masih terdapat banyak kebijakan yang tumpang tindih.
Beberapa permasalahan di dalam dunia pendidikan islam di atas, perlu mendapatkan perhatian khusus dan serius dari
semua pihak. Permasalahan di atas bisa dikaji dengan filsafat
pendidikan islam agar para pakar yang berada dalam dunia pendidikan bisa
merubah sistem yang ada menjadi sistem pendidikan yang tidak ada dan diganti
dengan sistem pendidikan baru yang lebih bagus.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana penciptaan manusia perspektif
Al-qur’an?
2.
Bagaimana penciptaan alam perspektif
Islam?
4.
Bagaimana kaitannya antara manusia,
alam, pengetahuan dan pendidikan?
PEMBAHASAN
A. PENCIPTAAN MANUSIA PERSEPEKTIF
AL-QUR’AN
Tuhan
menciptakan manusia terdiri dari ruh dan jasad. Proses penciptaannya pun rumit
dan penuh misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik dan tak terduga. Asal
usul manusia terbagi dua, yakni Adam sebagai nenek moyang manusia dan manusia
pada umumnya sebagai keturunannya. Penyebutan asal usul Adam beragam dalam
Al-qur’an yang memakai kata tin, turab,
shalshal seperti fakhkhar, dan shalshal yang berasal dari hama’ masnun. Berikut diuraikan satu
persatu.
1.
Kata tin
Kata tin
antara lain terdapat dalam surat Al-Mu’minun: 12. As-Sajdah: 7, Al-An’am: 2,
Al-A’raf: 12, Al-Saffat: 11, Al-Isra: 61, dan Shad: 71. Pada umumnya para
mufasir mengartikan kata tin dengan
saripati tanah lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir, Ahmad Mustafa,
Jamal dan Magnujah bahwakata tin
berarti bahan penciptaan adam dari komponen saripati tanah liat. Menurut
Bahaudin bahwa tin dalam QS.
Al-Sajadah: 7 adalah tanah atom zat air dan kata lazim pada QS. Al-Saffat: 11 adalah zat besi.
2.
Kata turab
Kata turab
antara lain terdapat pada QS. Al-Kahf: 37, Al-Hajj: 5, Ali Imran: 59,
AL-Rum: 20, dan Fatir: 11. Menurut Nazwar Symasu bahwa semua ayat yang
mengandung kata turab, adalah berarti
saripati tanah. Muhammad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi 2:
langsung dari saripati tanah tanpa perantara yakni asal-usul Adam, dan tidak
langsung dari tanah seperti menciptakan Bani Adam seperti dari Nutfah (mani)
dan darah, yang keduanya berasal dari berbagai macam makanan. Makanan-makanan
tersebut berkaitan dengan air dan tanah. Tanah adalah unsur penting dalam
penciptaan manusia. Maka turab dan tin pada dasarnya searti yakni esensi
materinya berasal dari tanah. Dari tanahlah manusia pertama diciptakan sebagai
nenek moyang manusia.
3.
Shalshal seperti fakhkhar yang berasal
dari hama’ masnun
Kata shalshal
terdapat pada QS. Al-Rahman: 14, Al-Hijr: 26, 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy,
dimaksud dengan shalshal ialah tanah
kering yang bersuara dan belum dimasak. Jika shalshal ini telah di masak, jadilah tembikar (fakhkhar) sebagai komponen penciptaan adam. Sedangkan shalshal yang berasal dari hama’ masnun, menurut Al-Maraghi ialah tanah kering, keras, bersuara, yang
dapat diukur warna hitam yang dapat diubah-ubah , yang dituangkan dalam cetakan
agar menjadi kering. Seperti barang permata yang dicairkan dan dituangkan dalam
cetakan. Dapat disimpulkan bahwa komponen asal penciptaan Adam, ialah
persenyawaan dari komponen tin (tanah
liat vang berasal dari tanah lumpur yang bersih), turab (saripati tanah), dan shalshal
seperti fakhkhar berasal dari hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk).
Mengenai
reproduksi manusia pasca Adam pada hakekatnya juga berasal dari saripati tanah.
Karena setiap yang dikonsumsi manusia berupa sayuran, buah, daging dan
sebagainya yang diproduksi secara biologis dalam tubuh manusia sampai menjadi
spermatozoa, juga berasal dari saripati tanah. Informasi tentang kejadian manusia
setelah Adam antara lain disebutkan dalam QS. Al-Mu’minun: 12-16, Al-Sajadah:
7-9, Al-Hajj: 5, Al-Qiyamah: 37-39, dan Al-Insan: 2. Dari beberapa ayat
tersebut dapat dijelaskan tahap-tahap kejadian manusia pasca Adam adalah
sebagai berikut:
Pertama,
tahap dimana manusia berasal dari saripati tanah. Artinya itu berasal dari
sperma laki-laki dan darah, keduanya berasal dari makanan. Kedua, tahap nutfah
(sperma) yang bercampur dengan ovum wanita (telur yang sudah masak), masuk ke
dalam rahim. Ketiga, tahap alaqah (sesuatu yang tergantung dalam
dinding rahim atau segumpal darah) dalam warna kemerah-merahan setelah melalui
proses dari nutfah dengan warna
keputih-putihan. Keempat, tahap mudgah (segumpal daging). Kelima, tahap menjadi tulang belulang. Menurut
Thanthawi bahwa yang dimaksud dengan tulang belulang ialah dari sepotong daging
itu Tuhan membedakannya menjadi dua pembentuk daging dan pembentuk tulang
belulang. Unsur pembentuk tulang berproses menjadi tulang belulang.demikian
juga pembentuk daging, tetap menjadi daging. Proses pembentukan baik daing
maupun tulang belulang berasal dari bahan makanan yang sudah dipersiapkan Allah.
Keenam, tahap adanya pembalut tulang
belulang dengan daging.Menurut Al-Alusy bahwa yang dimaksud dengan “daging
pembalut tulang belulang” adalah 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, pembalut tulang belulang itu berasal
dari sepotong daging yang sejak awal berproses dari bersatunya sperma dan ovum
dalam rahim. Kemudian sepotong daging itu dibagi menjadi 2; sebagian menjadi
tulang belulang dan bagian lainnya tetap mejadi daging yang berfungsi membalut
tulang belulang itu. Kemungkinan kedua, pembalut tulang belulang itu adalah
berasal dari daging lain (bukan sepotong daging yang berasal dari bersatunya
sperma dan ovum) yang diciptakan Allah swt dari darah yang ada dalam rahim
untuk membalut tulang belulang. Dengan demikian pada tahap keenam ini calon
manusia itu telah dilengkapi tulang belulang, daging, urat, otot dan anggota
tubuh lainnya jika sempurna kejadiannya. Ketujuh
(tahap terakhir) adalah Allah menjadikannya menjadi makhluk yang baru dengan
diberikannya roh. Makhluk baru ini dapat bergerak, bernafas, bertutur,
mendengar, dan melihat serta dianugerahkan kepadanya keajaiban-keajaiban baik
lahir maupun batin yang tidak terhingga. Pemberitaan Al-qur’an tentang proses
kejadian manusia tersebut pada hakekatnya agar manusia memahami dirinya,
mengambil pelajaran dari setiap pengalaman hidupnya, sehingga menjadi manusia
taqwa dan beriman.[1]
Ada
tiga kata yang digunakan Al-qur’an untuk menunjuk makna manusia yaitu al-basyar, al-insan dan an-nas. Meskipun ketiga kata tersebut
menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian
yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari uraian berikut:
a.
Kata al-basyar dinyatakan dalam Al-qur’an
sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-basyar
berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Penamaan ini menunjukan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia
adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini terlihat
perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih didominasi rambut. Al-basyar dapat diartikan mulamasah yaitu persentuhan kulit antara
laki-laki dengan perempuan. Makna etimologis dapat dipahami bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan
seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.
Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah kepada seluruh
manusia tanpa terkecuali.
b.
Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns
dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara
etimologi al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa.
Kata al-insan digunakan Al-qur’an untuk menunjukan totalitas manusia
sebagai makhluk jasmani dan rohani. Kata al-insan
juga digunakan Al-qur’an untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi kelemahan dan
kelebihan manusia. Hal ini terlihat dalam firman Allah seperti: 1) tidak semua
yang diinginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak menginginkannya
(QS. An-Najm: 24-25). 2) gembira bila dapat nikmat, susah bila dapat cobaan
(QS. Asy-Syuraa:48). 3) manusia sering bertindak bodoh dan zdalim (Al-Ahzab:
72). 4) manusia sering ragu dalam memutuskan persoalan (QS. Maryam:66-67). 5)
manusia bila mendapat suatu kenikmatan materi, sering kali lupa diri dan
bersifat kikir (Al-Isra: 100, Al-Ma’arij: 19, dan At-Takatsur:2). 6) manusia
adalah makhluk yang lemah (QS.An-Nisa:28), gelisah dan tergesa-gesa (QS. Hud:
9, Al-Anbiyaa’: 11, Al-Isra:37). 7) kewajiban manusia kepada kedua orang tua (QS.
Al-Ankabut: 8, Luqman: 14, dan Al-Ahqaf: 15). 8) peringatan Allah agar manusia
waspada terhadap bujukan orang munafik
(QS. Qaaf: 16). Pemaknaan al-Insan terlihat bahwa manusia merupakan
makhluk Allah yang memiliki sifat manusiawi bernilai positif dan negatif.
c.
Kata an-nas dinyatakan dalam Al-qur’an sebanyak
240 kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata an-nas menunjukan eksistensi
manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan, dapat melihat status
keimanan atau kekafirannya seperti pada QS. Al-Baqarah:24.[2]
Islam
memandang bahwa manusia ialah makhluk termulia dari segenap makhluk dan wujud
lain yang ada di jagat raya ini. Betap besar perhatian islam terhadap insan dan
martabatnya dibanding dengan makhluk lain, seperti dalam QS. At-tin: 1-8.
B. ALAM
DALAM TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIDKAN ISLAM
Menurut
sejarah filsafat, filsafat yang pertama kali muncul adalah filsafat alam. Filsafat
ini ialah hasil dari pemikiran orang – orang yunani. di sebuah kota yang terletak di Asia kecil yang bernama Miletos
lahirlah filsafat alam pertama yang dicetuskan oleh Thales menyatakan bahwa
asal segala sesuatu adalah air.
Sejalan
dengan itu menurut pandangan islam pun mengajarkan untuk mengetahui alam dan
seisinya, sebelum memikirkan dan mengetahui penciptanya. Filsafat alam merupakan
trilogy metafisika disamping filsafat
manusia dan pengetahuan. Berikut ini akan di sajikan berbagai pandangan
mengenai filsafat pendidikan islam
tentang alam.
Menurut
al jurjani dalam kitab al ta’rifat alam
secara bahasa adalah berarti segala hal yang menjadi tanda bagi suatu perkara
sehingga dapat di kenali sehingga dapat simpulan sesuatu yang maujud atau
materi. Adapun secara filosofis “alam” adalah kumpulan jauhar( substansi) yang
tersusun dari materi : maddah dan bentuk (shurah) yang ada di langit dan di
bumi. Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi itulah alam berdasarkan
rumusan filsafat.
Al
Quran tidak secara husus mengungkapkan alam
semesta dengan tema alam dalam bentuk alam, hanya dalam bentuk jamak
alamin sebanyak 73 kali. Tetapi menurut muhamad abduh orang orang arab
sepakat bahwa kata alamin tidak merujuk
pada segala sesuatu yang ada seperti alam batu dan tanah akan tatapi mereka memahami kata alamin untuk merujuk
pada setiap mahluk tuhan yang berakal atau mendekati sifat-sifat berakal seperti alam manusia, hewan da tumbuhan.
Dengan ini, sirajudin zar menawarkan bahwa alqur an, untuk merujuk pada kata
alam yang universal. Menggunakan kata
“al samawat wal al ardh wama bainahuma” yang didalam alquran disebut
sebanyak 20 kali. [3]
An
Nahlawi menyimpulkan pandangan islam terhadap alam ini pada enam prinsip:
1.
Seluruh alam adalah mahluk Allah dan
diciptakan dengan punya tujuan hidup, penciptaanya atas dasar kebenaran (al haqq), sama sekali tidak di
dorong oleh perbutan main main atau sia sia ( QS adh duhkan: 38-39 dan al ahqaf ayat 3)
2.
Alam tunduk kepada sunnatullah sesuai
ukuran tang telah ditentukanNnya ( surat
Yasin ayat 30 40 dan al hijr ayat
19-21).
3.
Alam ini diciptakan dengan penuh kerteraturan
dan atas kekuasaan Allah menjalankanya (surat al Hajj 65 al fatir 41).
4.
Kehidupan manusia tunduk pada sunnah
kemasyarakatan. atas dasar ini maka allah mengutus para rasul,menyiksa umat,
membinasakan sebagian mereka mengatur
ajal dan mengubah keaadan mereka.( QS: ar rad ayat 10- 11 dan ali Imran 137)
5.
Seluruh alam ini tunduk kepada allah
baik pengaturan perintah dan kehendakNya ( Quran surat al baqarah 116 dan al
isra ayat 44)
6.
Alam ini merupakan nikmat allah bagi
manusia. Salah satu yang membedakan islam dengan yang lain ialah manusia mampu
mempergunakan berbagai daya alam sekitarnya. Namun demikian diingatkanya bahwa
manusia mampu menundukan alam iti dengan izin allah dan bahwa Allah telah
menundukan baginya (QS. Ibrahim: 32 dan QS. Al-Baqarah 29).
Dari
berbagai ulasan diatas dapat diringkas mengenai pandangan islam tentang alam pada
beberapa prinsip: Pertama, alam ini diciptakan Allah sebagai
satusatunyan pencipta seluruh isi kandungan dan pencipta sistemnya
(sunatullah). Kedua, Alam ini diciptakan dengan penuh keteraturan dan
sifatnya pasti. Ketiga . sifat alam atau (sunatullah) ini adalah tetap
tidak pernah berubah. Keempat. Alam ini dengan segala sunnatullah dan
sistemya yang diciptakan allah untuk dipelajari secara teliti maupun individu
maupun kolektif. Melalui kemampuan yang dimiliki manusia dan rekayasanya dan
kemudian digunalkan sesuai aturan yang mengatur. Kelima perjalanan alam
ini berdasar pada undang undang kausal (sebab akibat) Keenam. oleh
karena alam ini sifatnya pasti dan tidak pernah berubah maka objektif artinya
sunatullah ini berlaku sama bagi semua individu dan kelompok tidak peduli muslim atau non muslil asalkan menjalankan
atau tidak menjalankan maka pasti akan terjadi atau tidak terjadi dengan kata
lain setiap propesi apapun, baik muslim atau non muslim dapat memperkirakan
dengan penuh kapastian setiap fenomena alam yang akan terhjaadi seerta
memanfaatkan fenomena itu baik positif atau negatif. Ketujuh, Dalam
mempelajari, memanfaatkan mengolah alam ini haruslah dengan ilmu yang benar disertai
dengan iman. Kedelapan, hubungan manusia dengan alam adalah hubungan
taskhir (pengeloaan dan penggunaan sumber daya alam dengan ilmu dan tanggung
jawab serta kemakmuran dan generasi yang akan dating serat pembelajaran) bukan
hubungan ekploitasi.[4]
C.
PENGETAHUAN
MENURUT PERSPEKTIF
ISLAM
Pengetahuan
dapat diartikan ke dalam dua istilah teknis, yaitu science dan knowledge.
Istilah yang pertama diperuntukkan bagi bidang-bidang ilmu fisik atau empiris,
sedangkan istilah kedua diperuntukkan bagi bidang-bidang ilmu nonfisik seperti
konsep mental dan metafisika. Istilah yang pertama diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan ilmu pengetahuan, sementara istilah kedua diterjemahkan
dengan pengetahuan saja. Dengan kata lain, hanya ilmu yang sifatnya fisik dan
empiris saja yang bisa dikategorikan ilmu, sementara sisanya, seperti ilmu
agama, tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).
Di dunia islam tidak
akan ditemukan dalam khazanah pemikiran Islam pergeseran definisi ilmu seperti
yang terjadi di dunia Barat. Dari sejak awal sampai sekarang, ilmu dalam Islam
mencakup bidang-bidang fisik juga bidang-bidang nonfisik. Istilah yang
digunakannya pun sejak awal tidak berubah, yakni ‘ilm. Menurut Wan Mohd Nor Wan
Daud, penggunaan istilah ‘ilm itu sendiri, sangat terpengaruh oleh pandangan
dunia Islam (Islamic worldview):
Pengetahuan dalam
bahasa Arab digambarkan dengan istilah al-’ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ûr
(kesadaran). Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang
terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Tuhan. Julukan-julukan yang
dikenakan kepada Tuhan adalah al-’Âlim, al-’Alîm dan al-’Allâm, yang semuanya
berarti Maha Mengetahui; tetapi Dia tidak pernah disebut al-’Ârif atau al-Syâ’ir.
ilmu dalam Islam mencakup dua pengertian; pertama, sampainya ilmu dari Allah ke
dalam jiwa manusia, dan kedua, sampainya jiwa manusia terhadap objek ilmu
melalui penelitian dan kajian. Dalam hal ini, mutlak disimak firman Allah swt
berikut ini:
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-’Alaq [96] : 1-5).”
Secara jelas, ayat di
atas menginformasikan bahwa ilmu bisa diperoleh dengan aktivitas iqra`, juga
bisa diperoleh dengan anugerah Allah swt langsung kepada manusia.
Ilmu diperoleh oleh manusia dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Menurut Jujun S. Suriasumantri, pada dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio, disebut dengan paham rasionalisme. Kedua mendasarkan diri kepada pengalaman, disebut paham empirisme. Pengetahuan jenis pertama disebut logis, dan pengetahuan jenis kedua disebut empiris.
Ilmu diperoleh oleh manusia dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Menurut Jujun S. Suriasumantri, pada dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio, disebut dengan paham rasionalisme. Kedua mendasarkan diri kepada pengalaman, disebut paham empirisme. Pengetahuan jenis pertama disebut logis, dan pengetahuan jenis kedua disebut empiris.
Kerjasama rasionalisme
dan empirisme melahirkan metode sains (scientific method), dan dari metode ini
lahirlah pengetahuan sains (scientific knowledge) yang dalam bahasa Indonesia
sering disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sains ini
adalah jenis pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris. Jadi tidak
hanya logis saja yang menjadi andalan kaum rasionalis, tapi juga harus empiris
yang menjadi andalan kaum empiris. Kalau ternyata pengetahuan tersebut hanya
bersifat logis, tidak empiris, pengetahuan tersebut akan disebut pengetahuan
filsafat, bukan pengetahuan sains/ilmiah. Kerjasama dari rasionalisme-empirisme
ini kemudian melahirkan paham positivisme, yakni paham yang menyatakan bahwa
segala pengetahuan yang ilmiah harus dan pasti dapat “terukur”. Panas diukur
dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat diukur dengan
timbangan.
Di samping rasionalisme
dan empirisme, masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Menurut
Jujun, yang terpenting dibanding rasio dan empiris adalah intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah
tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui
proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ.
Inilah yang disebut intuisi.
Al-Qadi Abu Bakar
al-Baqillani, membagi sumber pengetahuan ini ke dalam enam bagian. Lima di
antaranya adalah jenis-jenis indera, yaitu hâssat al-bashar (indera melihat),
hâssat al-sam’ (indera mendengar), hâssat al-dzauq (indera mengecap), hâssat
al-syamm (indera mencium), dan hâssat al-lams (indera merasa dan meraba).
Adapun yang keenamnya, al-Baqillani menjelaskan: “Jenis yang keenam adalah
sesuatu keharusan yang timbul di dalam jiwa secara langsung tanpa melalui
indera-indera yang disebutkan tadi.” Al-Baqillani kemudian menyebutkan
contoh-contoh pengetahuan yang diperoleh lewat (1) intuisi, seperti seseorang
yang mengenali dirinya sendiri, (2) lewat akal, seperti memahami omongan, dan
(3) lewat khabar khususnya yang mutawâtir, seperti tentang kehidupan yang ada
di luar negeri. Termasuk tentunya khabar-khabar keagamaan, karena sifatnya yang
sama sebagai khabar.[5]
Beberapa prinsip-prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan dalam islam, ialah :
Beberapa prinsip-prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan dalam islam, ialah :
1.
Percaya
pada pentingnya pengetahuan sebagai salah satu tujuan pokok. Dalam potonngan
ayat, surah al-mujadalah
Æìsùöt...... ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy ...... ÇÊÊÈ
.....Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat...(QS. Al-Mujadalah : 11)
2.
Percaya
bahwa penegtahuan manusia mempunyai beberapa sumber.
3.
Percaya
bahwa pengetahuan manusia berbeda mutu dan nilainya sesuai dengan perkara,
tujuan dan jalanya.[6]
D.
HUBUNGAN ANTARA MANUSIA,
ALAM, PENGETAHUAN DENGAN PENDIDIKAN
Dari
uraian di atas telah dijelaskan tentang penciptaan manusia, alam dan
pengetahuan. Selanjutnya, penciptaan manusia, alam, pengetahuan akan dikaitkan
dengan pendidikan. Ada dua implikasi terpenting dalam hubungannya dengan
pendidikan islam, yaitu:
1.
Karena manusia terdiri dari dua komponen
(materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang
mengacu ke arah realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini
berarti bahwa sistem pendidikan islam harus dibangun di atas konsep kesatuan
(integrasi) antara pendidikan qolbiyah dan aqliyah sehingga mampu menghasilkan
manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Jika
kedua komponen itu terpisah atau dipisahkan dalam proses kependidikan islam,
maka manusia akan kehilangan keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi
pribadi yang sempurna (al-insan kamil).
2.
Al-qur’an menjelaskan bahwa fungsi
penciptaan manusia adalah sebagai khalifah
dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi
ini Allah swt membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini,
maka pendidikan islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan
potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam
bentuk konkret, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat
bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya baik sebagai khalifah
maupun ‘abd.
Kedua
hal diatas harus dijadikan acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem
pendidikan masa kini dan masa depan. Fungsionalisasi pendidikan islam dalam
mencapai tujuannya sangat bergantung pada sejauh mana kemampuan umat islam
menterjemahkan dan merealisasikan konsep filsafat penciptaan manusia, alam, dan
pengetahuan.untuk menjawab itu, maka pendidikan islam dijadikan sarana kondusif
bagi transformasi ilmu pengetahuan dan budaya islami dari generasi ke generasi.
[7]
Manusia, alam, pengetahuan, dan pendidikan merupakan
salah satu siklus kehidupan. Dari zaman dahulu hingga sekarang ke empat
komponen tersebut tidak bisa dipisahkan, selalu berkaitan. Meskipun zaman
dahulu tidak sama dengan zaman sekarang. Hubungan tersebut dapat dianalogkan,
Manusia sebagai pelaku, sedangkan alam sebagai objek yang disediakan Tuhan
untuk manusia, pengetahuan sebagai alat dan cara untuk mengelola alam dan
hubungan antar manusia, dan hubungan
dengan Tuhan
melalui pendidikan.
Lingkungan
dalam arti luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat dan
alam dengan kata lain, lingkungan adalah sesuatu yang tampak dan terdapat dalam
alam kehidupan. Ia adalah seluruh yang ada, baik berupa bergerakataupun tidak bergerak.
Dengan demikian, lingkungan adalah melingkupi hidup dan kehidupan manusia.
Adapaun
lingkungan pendidikan secara sederhana meliputi tempat terjadina pendidikan
atau di sebut sebagai lembaga pendidikan dan salah satu factor yang menjadi
unsur utama berlangsungnya pendidikan berkesinambungan juga konsisten adalah
institusi pendidikan lembaga pendidikan islam. Dari sini Abudin Nata memahami
lingkungan pendidikan islam sebagain institusi atau lembaga tempat pendidikan
itu berlangsung. Didalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan
terjadina pendidikan islam dengan baik. Lingkungan pendidikan islam berfungsi
sebagai penunjang terjadinya proses
kegiatan belajar mengajar secara aman tertib dan berkelanjutan
Dari
beberapa prinsip filsafat pendidikan Islam tentang alam, telah disebutkan bahwa
alam semesta merupakan penentu proses keberhasilan pendidikan. Adanya interaksi
antara peserta didik dan pendidik juga dengan benda, lingkungan alam
sekitartempat mereka hidup merupakan prinsip filsafat pendidikan islam yang
perlu diperhatikan. Prinsip ini menekanka bahwa proses pendidikan manusia dan
peningkatan mutu akhlaknya bukan sekedar terjadinya dalam lingkungan alam yang
bersifat material. Jadi alam semesta merupakan tempat atau wahana yang
memungkimkan proses pendidikan berhasil. Semboyan “ Kembali Ke Alam” merupakan
salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai lingkungan
pendidikan.
KESIMPULAN
kejadian
manusia setelah Adam antara lain disebutkan dalam QS. Al-Mu’minun: 12-16,
Al-Sajadah: 7-9, Al-Hajj: 5, Al-Qiyamah: 37-39, dan Al-Insan: 2. Dari beberapa
ayat tersebut dapat dijelaskan tahap-tahap kejadian manusia pasca Adam adalah
sebagai berikut:
Pertama,
tahap dimana manusia berasal dari saripati tanah. Artinya itu berasal dari
sperma laki-laki dan darah, keduanya berasal dari makanan. Kedua, tahap nutfah
(sperma) yang bercampur dengan ovum wanita (telur yang sudah masak), masuk ke
dalam rahim. Ketiga, tahap alaqah (sesuatu yang tergantung dalam
dinding rahim atau segumpal darah) dalam warna kemerah-merahan setelah melalui
proses dari nutfah dengan warna
keputih-putihan. Keempat, tahap mudgah (segumpal daging). Kelima, tahap menjadi tulang belulang. Keenam, tahap adanya pembalut tulang
belulang dengan daging. Ketujuh
(tahap terakhir) adalah Allah menjadikannya menjadi makhluk yang baru dengan
diberikannya roh. Makhluk baru ini dapat bergerak, bernafas, bertutur,
mendengar, dan melihat serta dianugerahkan kepadanya keajaiban-keajaiban baik
lahir maupun batin yang tidak terhingga.
Pengetahuan
dalam bahasa Arab digambarkan dengan istilah al-’ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ûr
(kesadaran). Al-Qadi Abu Bakar al-Baqillani, membagi sumber pengetahuan ini ke
dalam enam bagian. Lima di antaranya adalah jenis-jenis indera, yaitu hâssat
al-bashar (indera melihat), hâssat al-sam’ (indera mendengar), hâssat al-dzauq
(indera mengecap), hâssat al-syamm (indera mencium), dan hâssat al-lams (indera
merasa dan meraba). Adapun yang keenamnya, al-Baqillani menjelaskan: “Jenis
yang keenam adalah sesuatu keharusan yang timbul di dalam jiwa secara langsung
tanpa melalui indera-indera yang disebutkan tadi.” Al-Baqillani kemudian
menyebutkan contoh-contoh pengetahuan yang diperoleh lewat (1) intuisi, seperti
seseorang yang mengenali dirinya sendiri, (2) lewat akal, seperti memahami
omongan, dan (3) lewat khabar khususnya yang mutawâtir, seperti tentang
kehidupan yang ada di luar negeri. Termasuk tentunya khabar-khabar keagamaan,
karena sifatnya yang sama sebagai khabar.
penciptaan
manusia, alam, pengetahuan akan dikaitkan dengan pendidikan. Ada dua implikasi
terpenting dalam hubungannya dengan pendidikan islam, yaitu:
1.
Karena manusia terdiri dari dua komponen
(materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang
mengacu ke arah realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini
berarti bahwa sistem pendidikan islam harus dibangun di atas konsep kesatuan
(integrasi) antara pendidikan qolbiyah dan aqliyah sehingga mampu menghasilkan
manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral.
2.
Al-qur’an menjelaskan bahwa fungsi
penciptaan manusia adalah sebagai khalifah
dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi
ini Allah swt membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini,
maka pendidikan islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan
potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam
bentuk konkret, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat
bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya baik sebagai khalifah
maupun ‘abd.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 1990. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-qur’an.
Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Syaibany, Omar Mohammad
Al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang
Maragustam.
2010. Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta: Nuha
Litera.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.
Jakarta: Ciputat Pers.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Tobroni. 2008. Pendidikan
Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM Press.
Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. 1995. Jakarta:
Bumi Aksara.
http://muhakbarilyas.blogspot.com/2012/04/islam-dalam-perspektif-epistemologi.html
diakses 24 september 2012 pkl. 17.00 WIB.
[1]
Maragustam, MencetakPembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), (Yogyakarta:
Nuha Litera, 2010), hal. 59-62.
[2]
Samsul Nizar, Filsadat Pendidikan Islam Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 1-13.
[3]
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hal. 96-108.
[4]
Maragustam, Mencetak Insan Pembelajar
Menkadi Insan Paripurna, Falsafah Pendidikan Islam, hal. 50-52
[5]
http://muhakbarilyas.blogspot.com/2012/04/islam-dalam-perspektif-epistemologi.html
diakses 24 september 2012 pkl. 17.00 WIB.
[6]
Omar
Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 259.
[7]
Samsul Nizar, Filsadat Pendidikan Islam Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis, hal.
21-23.
Гавля Спитеретсен на павля на пожерная об Сапитеретсен об павля об Сапитеретсен об Сапитеретсен
ReplyDeleteГавля Спитеретсен sunscreen with zinc oxide and titanium dioxide об micro titanium trim Сапитеретсен об titanium hair Сапитеретсен об titanium exhaust tips Сапитеретсен titanium price - �